-->

Sejarah Angka Romawi

Sejarah Mengenai Angka Romawi - Walaupun sudah jarang di ditulis karena sering membingungkan anak anak, namun keberadaan angka romawi saat ini masih tetap digunakan misalnya pada penulisan abad XIX, XX, XXI yang artinya abad 19, 20, dan 21, juga digunakan penomeran di jam, bab buku, penomoran sekuel film, penomoran seri event olahraga seperti Olimpiade dan lain lain. Walaupun kurang penting, namun kita harus tetap mengetahuinya agar lebih mudah memahami ketika membaca sejarah masa lalu.
Sejarah Angka Romawi

Angka Romawi atau Bilangan Romawi adalah sistem penomoran yang berasal dari Romawi kuno. Sistem penomoran ini memakai huruf Latin untuk melambangkan angka numerik:
Simbol Hasil
I 1 (satu) (unus)
V 5 (lima) (quinque)
X 10 (sepuluh) (decem)
L 50 (lima puluh) (quinquaginta)
C 100 (seratus) (centum)
D 500 (lima ratus) (quingenti)
M 1.000 (seribu) (mille)
Untuk angka yang lebih besar (≥5.000), sebuah garis ditempatkan di atas simbol indikator perkalian dengan 1.000.
Simbol Hasil
V 5.000 (lima ribu)
X 10.000 (sepuluh ribu)
L 50.000 (lima puluh ribu)
C 100.000 (seratus ribu)
D 500.000 (lima ratus ribu)
M 1.000.000 (satu juta)


Sejarah Angka Romawi

Masa pra-Romawi dan Romawi kuno

Meskipun angka Romawi ditulis dengan huruf-huruf dari abjad Romawi, angka Romawi awalnya adalah simbol-simbol yang berdiri sendiri. Etruskan, misalnya, menggunakan 𐌠, 𐌡, 𐌢, ⋔, 𐌚, dan ⊕ untuk menuliskan I, V, X, L, C, dan M, yang berarti hanya I dan X merupakan huruf-huruf dalam abjad mereka.

Hipotesis mengenai asal mula angka Romawi
Tanda talli
Salah satu hipotesis mengenai asal mula angka Romawi adalah bahwa angka Romawi Etruskan pada kenyataannya berasal dari torehan-torehan pada tongkat hitungan, yang digunakan oleh para penggembala Italia dan Dalmasia hingga abad ke-19.

Oleh karena itu, (I) tidak berasal dari huruf (I), tetapi dari torehan vertikal pada tongkat hitungan. Setiap torehan kelipatan lima dipotong ganda, misalnya ⋀, ⋁, ⋋, ⋌, dst., dan setiap kelipatan sepuluh dipotong silang (X), (IIIIΛIIIIXIIIIΛIIIIXII...), lebih seperti tanda talli Eropa saat ini.

Hal ini menghasilkan suatu sistem posisi: Delapan pada tongkat penghitungan adalah delapan talli, IIIIΛIII. Dengan cara lain, dapat disingkat menjadi ΛIII (atau VIII), karena kehadiran Λ mengimplikasikan telah ada empat torehan sebelumnya. Lebih jauh lagi, delapan belas adalah talli kedelapan setelah sepuluh talli pertama, yang dapat disingkat X, dan menjadi XΛIII.

Demikian pula angka empat pada tongkat adalah torehan I sebelum potongan Λ (V), sehingga dapat ditulis menjadi IIII atau IΛ (IV). Oleh karena itu, konsep sistem ini bukan penambahan atau pengurangan, tetapi urutan (ordinal). Ketika talli-talli tersebut diubah menjadi tulisan, tanda-tanda yang mudah diidentifikasikan dengan huruf-huruf Romawi saat itu adalah I, V, dan X.

Dalam talli, V atau X yang kesepuluh menerima coretan tambahan. Sehingga, 50 ditulis dengan variasi-variasi seperti N, И, K, Ψ, ⋔, dll., tetapi mungkin yang paling sering adalah bentuk ceker ayam seperti V dan I yang tumpang tindih: ᗐ. Bentuk itu kemudian diluruskan menjadi ⊥ (huruf T terbalik) hingga periode kekuasaan Augustus, dan segera setelah itu diidentifikasi dengan huruf yang secara grafis menyerupai, yaitu L. 

Demikian pula, 100 ditulis dalam variasi-variasi Ж, ⋉, ⋈, H, atau dengan simbol-simbol untuk 50 seperti yang disebutkan di atas ditambah dengan sebuah coretan ekstra. Bentuk Ж (X dan I yang tumpang tindih) kemudian menjadi bentuk dominan. 

Bentuk itu lalu ditulis dengan variasi >I< atau ƆIC, kemudian disingkat menjadi Ɔ atau C, hingga akhirnya variasi C yang menjadi pilihan karena C merupakan singkatan dari centum, bahasa Latin untuk "ratus".
Sejarah Angka Romawi
Previous
This Is The Oldest Page
Buka Komentar